Simak episode perdana HSBC Philantopedia podcast: Mangrove, akar kehidupan

Kami bangga meluncurkan serial podcast yang akan membagikan cerita dan wawasan menarik dari beragam program filantropi kami. Tonton episode ini yang akan menyoroti upaya kolaboratif HSBC Indonesia dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dalam mendukung pelestarian mangrove sebagai benteng pesisir terdepan. Klik video di atas untuk menyaksikan podcast!
Pahami lebih lanjut tentang aksi kemitraan ini merestorasi mangrove dalam artikel berikut.
Mangrove adalah pahlawan super dari alam, diam-diam namun sangat kuat. Mereka melindungi garis pantai dari badai, menyediakan rumah bagi berbagai spesies hewan, membersihkan air dan udara, serta menyimpan karbon dalam jumlah besar. Namun, di banyak wilayah seperti Pulau Bengkalis, hutan mangrove perlahan menghilang, meninggalkan ancaman besar terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Mangrove tumbuh di wilayah pesisir, tempat daratan bertemu dengan laut. Akar-akar uniknya yang menjulang di atas permukaan air ibarat kaki-kaki penopang alami. Saat badai besar atau gelombang tinggi datang menerjang, akar-akar mangrove memperlambat laju air dan meredam dampaknya. Mereka menjadi tembok perlindungan alami bagi pemukiman dan lahan di belakangnya, sekaligus menciptakan habitat yang aman dan nyaman bagi ikan, kepiting, udang, hingga burung-burung pesisir.
Lebih dari sekadar pelindung, mangrove juga merupakan penyaring alami. Mereka menyaring lumpur dan polutan dari air laut, menciptakan ekosistem laut yang sehat bagi biota lainnya, dan tentu saja, bagi manusia. Yang lebih luar biasa, mangrove memiliki kemampuan luar biasa dalam menyimpan karbon. Ini menjadikannya garda terdepan dalam memerangi perubahan iklim. Akar-akar mereka juga menjaga kestabilan tanah, meredam gelombang, dan menjaga agar daratan tidak terkikis oleh arus laut.
Namun, ketika hutan mangrove rusak atau hilang, dampaknya sangat serius. Di beberapa wilayah Pulau Bengkalis, hilangnya mangrove menyebabkan erosi yang cukup parah—mencapai 3 meter per tahun. Selain kehilangan lahan, kapasitas alamiah untuk menyimpan karbon juga menurun drastis, meningkatkan risiko perubahan iklim yang lebih ekstrem.
Penanaman mangrove berpagar kayu jaring di Desa Teluk Pambang untuk melindungi pertumbuhan bibit mangrove
Menjawab tantangan ini, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjalankan program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) di Desa Teluk Pambang, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Kawasan mangrove di daerah ini telah mengalami penurunan signifikan antara tahun 1990 hingga 2019, lebih dari 1.207 hektare (42 ha per tahun) atau setara dengan 1.724 lapangan sepak bola standar FIFA.
Program MERA tidak hanya fokus pada penanaman ulang, tetapi juga mengedepankan konservasi menyeluruh ekosistem mangrove. Dengan pendekatan Natural Climate Solution (NCS) dan Community-led Conservation (CLC) program ini melibatkan masyarakat lokal secara aktif, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga menjadi pelaku utama konservasi.
Patroli oleh komunitas lokal untuk mencegah penebangan kayu mangrove di Bengkalis, Riau
Hasilnya nyata. Setelah berkegiatan selama tiga tahun (2022–2024) di Desa Teluk Pambang dengan dukungan dari HSBC Indonesia, pendekatan NbS yang dijalankan YKAN menunjukkan capaian signifikan. Laju deforestasi hutan mangrove berhasil ditekan hingga 96%, dari rata-rata 27 hektare per tahun (periode 2016–2021) menjadi hanya 1 hektare per tahun (periode 2022–2024).
Capaian ini didorong oleh dua faktor utama: pertama, terbentuknya peraturan desa tentang perlindungan mangrove sekaligus terbitnya izin perhutanan sosial yang mencakup kawasan seluas 950 hektare. Kedua, pendekatan CBM yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan dan perlindungan mangrove. Partisipasi masyarakat pun meningkat pesat, dari yang awalnya hanya 5 orang menjadi 170 orang yang kini terlibat aktif dalam Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Selain peningkatan jumlah, juga terjadi peningkatan pemahaman dan kepedulian masyarakat mengenai pentingnya menjaga hutan mangrove.
Melalui program ini, laju degradasi hutan mangrove berhasil ditekan, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove semakin meningkat, dan ekosistem pesisir sebagai penyerap karbon paling efektif di dunia mulai pulih kembali. Keberhasilan program ini menjadi bukti kuat bahwa pendekatan berbasis alam dan masyarakat adalah solusi efektif yang dapat direplikasi di berbagai wilayah lainnya.
Program MERA mencerminkan komitmen HSBC dalam mendukung inisiatif yang berdampak nyata terhadap mitigasi perubahan iklim sekaligus mendorong ketangguhan komunitas lokal. Restorasi hutan mangrove bukan hanya tentang menanam pohon. Ini tentang membangun masa depan yang lebih hijau, tangguh, dan inklusif bagi alam, bagi kita semua, bagi masa depan kita bersama.